“Blogger dibayar cuma 20 ribu per tulisan untuk job review? Jangan mau lah. Masih banyak qo yang mau bayar sesuai”.
Beberapa waktu lalu sempat ramai dibicarakan tentang banyaknya blogger yang dibayar hanya 20 ribu per tulisan untuk job review. Di sisi lain, banyak juga blogger yang bisa mencapai bayaran satu juta untuk tiap job review yang dilakukan. Mengapa begitu besar kesenjangannya? Saya akan mencoba membahas dari kacamata saya sebagai mantan jurnalis di media cetak dan online.
Media cetak pertama berupa tabloid yang terbit per dua minggu. Tiap terbit saya mendapat jatah liputan utama (yang ini dikerjakan bareng-bareng, sekitar satu lembar A4 spasi 1, font 12 pt), dan dua liputan tematik. Nah yang tematik ini bisa sampai 3 halaman dengan spasi 1. Narasumber liputan khusus satu orang, liputan tematik masing-masing tiga orang. Total narasumber yang saya kejar ada 7 orang untuk dua minggu. Jadi sebulan saya mengejar 14 narasumber.
Dengan 14 narasumber, jika saya ambil angka terbesar, 2,5 juta perbulan, sekitar 180 ribu rupiah per liputan dan tulisan saya. Jika saya ambil angka 2 juta, maka per liputan dan tullisannya dihargai 140 ribu rupiah. Ingat, ini tabloid, yang sifatnya tematik, butuh upata tersenidiri untuk bisa mewawancara narasumber. Butuh perjuangan lebih ketimbang sekedar hadir di undangan-undangan acara.
Kemudian saya pindah ke online. Di online target berita harian yang musti disetor 10-15 berita. Jika rata-rata harian sekitar 13 berita, maka sebulan ada sekitar 312 berita pendek, (sekitar 2/3 halaman A4, spasi 1) yang disetor (24 hari kerja). Jadi kalau menghitung halamannya, 2/3 x 312 berita = 208 halaman.
Berhubung harus cepat, narasumber biasa dikejar on the spot atau menyadur berita dari kantor berita seperti Antara atau Reuters. Atau bisa pula modifikasi hasil liputan dengan pers release yang dibagikan saat acara berlangsung. Atau kalau sedang di redaksi ya telepon narasumbernya dari redaksi.
Gaji, uang transport, dan uang makan di online saat ini bisa mencapai 4 juta (tergantung medianya). Jadi perhalaman A4 dihargai 4 juta/208 halaman = 19000 rupiah. Ternyata nilainya mendekati 20 ribu yah :D. Di online berita dihargai lebih murah karena yang terpenting kecepatannya, bukan keunikan berita seperti di tabloid.
Menyamakan Dengan Wartawan Online
Mungkin pemberi job review 20 ribu menyamakan dengan wartawan online. Padahal di online beritanya tidak unik, tidak lengkap, tidak disertai foto-foto penunjang, atau bahkan video. Mereka lupa, ada fotografer yang melakukan tugas tersebut. Sedang wartawannya hanya fokus di reportase berita. Dan sekali lagi, berita online tidak lengkap dan tidak unik, hanya mengejar kecepatan penyampaian berita.
Nah, dari sampel saya ini bisa diperkirakan, jika diibaratkan dengan wartawan, maka panjang dan keunikan tulisan sangatlah penting. Untuk blogger pemula yang beritanya komprehensif dan unik bisa mengacu pada bayaran di tabloid/majalah. Tapi ingat, selain tidak terikat instansi, blogger tidak mesti hunting atau membuat janji menunggu narasumber. Usaha di lapangan tidak sebesar wartawan tabloid/majalah. Jadi masing-masing ada plus-minusnya. Di sisi lain, blogger sering menyertakan foto dalam reportasenya. Foto-foto ini mestinya ada nilainya.
Dan untuk blogger yang banyak menyadur tulisan dari press confrence seperti halnya wartawan, berbesar hatilah jika tulisannya hanya dihargai 20 ribu per 2/3 halaman (A4 spasi 1) ^_^.
Sekali lagi, tulisan ini hanya opini saya pribadi. Mungkin ada yang punya acuan lain tentang bayaran yang pas untuk blogger.
Hmm, jadi wartawan dibayar nya segtu mbak? 😀
Sy pernah postingan dibayar pulsa 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Begitulah, mungkin karena banyak yang bisa nulis, jadi dibayar seadanya
Tetep happy meski dibayar pulsa ya mbak Melly Feyadin 😀
SukaSuka
ya happy dong mbak, pulsanya lebih dari dua ratus ribu..hihi
SukaSuka
waaahhh…. itu mah lumayan bingittttt
SukaSuka
manggut2
SukaDisukai oleh 1 orang
saya coba membahas dari sudut pandang pemberi jobnya aja. Meski mestinya mereka ga begitu ya mak Echa, karena pasti ada plus-minusnya masing-masing
SukaSuka
kajian yang ciamik, dan opini yang fair…
menurutku, sekarang blog jadi wadah cari duit, dulu blog wadah buat curcol asyik..
jaman memang sudah berubah 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
jaman berganti, musim pun berganti mas Yoshua 😉
SukaSuka
Suami saya unt media online 10 ribu perberita mak 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Wartawan memang belum dapat penghargaan yang sesuai, jadi blogger kena imbasnya juga deh 😦
SukaSuka
Saya dulu sempat kaget dengar cerita sepupu yg jadi wartawan , foto dan beritanya dihargai 50rb.sekarang saya baru paham.
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya Lita, begitulah. Reportase kita ternyata dihargainya ga semahal yang dikira ya
SukaSuka
Huaa, banyak yang baru saya ngerti setelah baca. perlu apresiasi lebih yah, mbak. analisanya sepertinya mendakati, kalau ada yang menyemakan dg wartawan.
SukaDisukai oleh 1 orang
ya, selama ini kan blogger merasa dianaktirikan dari wartawan. agak kurang fair memang membandingkan tulisan wartawan dengan tulisan blogger yang komprehensif dan lengkap.
sayangnya, blogger mesti berjuang biar dikenal dulu baru bisa dibayar layak, lain dengan wartawan yang memang dibayar media tempatnya bekerja
SukaSuka
Jadi wartawan berat juga ya Mba.
SukaDisukai oleh 1 orang
ya begitulah mba Pipit. makanya banyak wartawan yang milih-milih acara buat diliput, terutama yang ada goodie-bag atau amplopnya.
SukaSuka
Hmmm…tulisan yang menarik mbak, ditulis dari sudut pandang yang berbeda. Selain soal seluk beluk job review, juga, jadi tau banyak soal seluk beluk media online, hehee
TFS mbak
SukaDisukai oleh 1 orang
Begitulah. Di sini saya mencoba membandingkannya dengan wartawan agar cara pandang kita bisa lebih terbuka 🙂
SukaSuka
Ulasan yang menarik. Baru tahu seluk-beluk wartawan online vs tabloid. TFS.
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya cuma sedikit kasi gambaran umumnya aja Mak Euis. Supaya lebih terbuka dan jelas 🙂
SukaSuka
Langsung follow blog ini 🙂 kompasianer juga mbaaa?
SukaDisukai oleh 1 orang
iyaaa…. saya juga kompasianer. dirimu id kompasiananya apa?
SukaSuka
Nurul Rahmawati. Yg pake baju merah sama anak saya baju merah jugak.
SukaDisukai oleh 1 orang
iyaaa…. uda aku add di K yaaa 🙂
SukaSuka
hihi,makanya ayah saya gak mau move on ke jurnalis online mba. Masih loyal dengan media cetak tertentu 🙂 Siiip deh ulasan artikelnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
capek banget mak, seumuran saya aja uda ga kuat, apalagi bapaknya 😛
SukaSuka
saya dua tahun jadi reporter media online, sekarang pindah kerja sudah dua tahun juga masih tetep di online tapi alhamdulillah sudah tidak di lapangan. menurut saya, jadi reporter media online itu memang bukan untuk cari uang, justru untuk cari pengalaman yang luar biasa. ke luar negeri gratis, bertemu orang sangat penting yang sulit ditemui, sampai ketemu artis internasional yang biasanya cuma lihat di youtube aja. hal-hal seperti itu yang tidak akan pernah bisa terjadi kalau nggak jadi wartawan. 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
wih keren nih pengalamannya mak Icha, saya di online cuma hitungan bulan aja.
Sama, alasan saya jadi wartawan juga untuk banyak belajar tentang komunkasi, terutama di bidang kepenulisan, dan dg jadi wartawan saya juga bisa bertemu orang2 penting meski belum sampai keluar negeri kyk mak Icha
SukaSuka
Semua kembali pada kita akhirnya. Mau ambil ato tidak. Kalo saya, ada job review yg buat hati riang gembira pun saya ambil, walau ga dibayar. Misalkan: riview perjalanan umroh. Meski untuk itu, harus sediakan uang saku sendiri. Tapi bisa ibadah plus jalan-jalan gratis, senengnya dah nyundul langit. 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
wih itu mah job review-nya keren banget mak nuzulul. karena bayarannya ga langsung berupa uang, tp hal2 lain yg jauh lebih besar ketimbang nominal tertentu 🙂
SukaSuka
Meski profesi kita sama, ya jurnalis, ya blogger, tapi saya gak kepikiran akan hitung-hitungan seperti ini, jika dikaitkan dgn urusan job review.
Saya juga ikut manggut2 deh, hehehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Kebiasaan diaudit (BPK) nih mak Eka, jadi ikut2 nyoba ngaudit 😛
SukaSuka
wah, jadi nambah ilmu nih mbak, ulasan yg menarik terutama utk blogger pemula spt saya
SukaDisukai oleh 1 orang
makasih mbah siti latifah
selamat datang di dunia online 🙂
SukaSuka
menarik juga hitung-2annya. dulu semasa jadi jurnalis saya malah gak kepikiran hitung-hitungan kyak gitu..
SukaSuka
saya juga dulu ga mikirin, tapi tiba2 terbesit aja, kira2 dari gaji sebulan, sebenarnya pertulisan kita dibayar berapa ya?
Mungkin krn jadi PNS banyak audit BPK, makanya jadi kepikiran begini 🙂
SukaSuka
banyak memberikan wawasan bagi saya mbak ternyata dunia online sekarang gambaranya seperti ini, makasih atas ulasanya,,
SukaDisukai oleh 1 orang
wartawan online itu terhitung hebat kalo mereka ga suka menyadur berita & punya sudut pandang yang beda. sayangnya, rata2 media online cuma minta mengejar kecepatan penyampaian beritanya aja. jadi yaa… kita tau sendiri kualitas berita online seperti apa 😦
SukaSuka
Huffft miris sekali mak -,-
SukaDisukai oleh 1 orang
banyak panyak pelajaran dari mirisnya itu mak Titis.
Sesuatu itu kan selalu ada dua sisi, seperti mata uang, seperti ying dan yang 🙂
*tetap semangattt
SukaSuka
Oooooh… gitu toh, itung-itungannya masuk akal.. 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
hehehe…. makasih ya mak nurul 🙂
SukaSuka
he he he, judulnya “menggoda” ne mbak 😉
tapi emang bener sih, kisaran di media ya segitu…
eh, tertarik sama yang ini: “Di online target berita harian yang musti disetor 10-15 berita. ”
banyak bener ya? jadi blogger sehari satu tulisan aja udah “mabok” apalagi 10-15?
SukaDisukai oleh 1 orang
target berita di online memang banyak mas CH, makanya saya ga bisa lama2 di sana 😦
SukaSuka
Saya pernah mengalami yg 7500/artikel min 300 kata. Ya untuk latihan mbak. Sekarang alhamdulillah sudah dapat yg lebih besar.
SukaDisukai oleh 1 orang
nah ini yang saya setuju, jangan peduli pada hasil, tapi fokus dulu pada proses.
nanti hasil bakal ngikut sendiri
SukaSuka
Mungkin kesenjangan itu dinilai juga dari jam terbang si blogger itu sendiri. Kalo yang dapet job review blogger yang sudah membahana tentu beda harganya dengan bloger yg PR nya masih sepuluh ribu. 🙂 *mungkiin
SukaDisukai oleh 1 orang
bener mak Uwien, semakin tinggi jam terbang, selain lebih dikenal, pastinya kemampuannya juga lebih terasah, maka pantas dibayar lebih mahal dari yang baru
SukaSuka
jd inget pesan ortu sy,, dia bukan orang hebat “hanya seorang tukang rujak”
beliau berpesan, sekecil apapun rejeki yg datang padamu, jgn pernah kamu tolak!
sebab itulah “doamu” yg selama ini kamu minta kpd Tuhan mu.. ketika Tuhan mengabulkan doamu “meminta rejeki” dan hanya “sekecil” itu yg diberikannya.. maka bersyukurlah, karena itu bisa jadi jalan bagimu untuk mendapatkan rejeki yg besar.
yah, semoga kita bukan termasuk orang2 yg memilih2/menolak rejeki.
SukaDisukai oleh 1 orang
Makasih mba aini.
Saya juga jadi teringat pesan seseorang, “jangan pernah berharap mendpat hal2 besar kalo blm bisa mnghargai hal2 kecil”
Karena hal2 besar adalah kumpulan dr hal2 kecil
SukaSuka
Awalnya dapet yang kecil, karena sudah lumayan yang direview, akhirnya ikan gede nya terpancing juga dan Alhamdulilah dapat fulus yang lumayan.
SukaSuka